RESUME 1( SATU)
Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
A.Pengertian
Filsafat menurut asal katanya adalah dari kata
“philos” dan shophia ( kebenaran) atau dari bahasa arab dari kata falsafa atau
dari penjelasan prof. Rasyidin yang beliau kutip dari pendapat Al-kindi bahwa
filsafat itu adalah “ tholabul haq” ( menuntut kebenaran). Atau berfikir secara Radikal, menyeluruh, dan mendasar.
Filsafat pendidikan islam terbentuk
dari kata filsafat, pendidikan , dan islam. Penambahan kata islam di ujungnya
supaya kita bisa membedakan dengan filsafat yang secara umum. Pendidikan islam mempunyai
pengertian secara khusus yang bersumber dari islam atau dari Al-quran dan hadis
ataupun dari pemikiran ulama atau
ilmuan-ilmuan muslim pendidikan menurut KBBI yaitu proses pengubahan sikap dan tata
laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan . secara umum jika di telaah setidaknya
ada 3 macam yang digunkan Al-Quran dan hadis berkaitan dengan konsep dasar
pendidikan islam . ketiga itu adalah tarbiyah,taklim, dan ta’dib. Meskipun sering
diterjemaahkan dalam arti yang sama yakni pendidikan dan bahkan pengajaran
namun ketiganya mempunyai makna yang berbeda-beda.
1.
Tarbiyah
Tarbiyah berasal kata rabb yang menurut anis bermakna tumbuh dan
berkembang. Menurut al-nahlawi terma tarbiyah berasal dari kata rabba-yarubbu
yang berarti bertambah atau tumbuh seperti yang tertera pada firman Allah swt.
وماءتيتمم
من رباليربوفي اموال الناس فلا يربوعند الله
Dan sesuatu tambahan ( riba) yang kamu berikan agar bertambah pada
harta manusia maka riba itu tidak menambah disisi Allah.(Q.s. Ar-rum). 30}: 39
Shihab menyatkan bahwa kata rabb sebagaimana terdapat pada ayat
kedua surah Al-fatihah yaitu mengarhakan suatu tahap demi tahap menuju
kesempurnaan kejadian dan fungsinya.
2.
Ta’lim
Kata taklim berasal dari kata alima.
Menurut Al-manzhur kata ini bisa memiliki beberapa arti seperti mengetahui atau
menegenal,merasa, memberi kabar kepdanya. Menurut Ridho ta’lim adalah proses
transmisi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan
ketentuan tertentu. Argumentasinya didasarkan pada firman SWT.
وعلم أدام السماءكلهاثم عرضهم على الملإكة
Dan dia mengajarkan kepada adam perbendaharaan ilmu pengetahuan (
Al-asma’ kullaha ) kemudian memaklumkanya kepada para malaikat. (
Q.S.al-baqoroh ,31).
3.
Ta’dib menuurut mahzur arti kata addaba adalah (الدعاء) yang berarti undangan dalam mu’jam al-wasith
kata addaba diterjemaahkan dalam arti :
1.
Melatih prilaku yang baik dan sopan santn
2.
Mengadakan pesta atau perjamuaan yang berarti berbuat dan prilaku
sopan
3.
Mendidik,melatih, mendisiplinkan tindakan.
Berdasrkan defensi/keterangan yang 3 ini
diaktakan pendidikan islam adalah yang
diperuntukkan kepada semua ummat manusia tidak terbatas pada manusia muslim
saja hal ini bisa dipahami dari tuuan pendidikan islami yakni mengembangkan
fisik jasamani, dan rohani, dan potensi yang dimiliki manusia. Al-jism ,al-aql
, al-nafs dan qolb agar berkemampuan merealisasikan syahadah yang di ikrarkan
kepada Allah SWT karna setiap manusia sudah mengikrarkan syhadahnya ketika di alam
Ruh namun ketika ruh manusia menyatu dan
hidup di alam materi menyebabkan mereka melalaikan atau bahkan melupakan
syhadah tersebut.
الست بربكم قلو بلى شهدنا
“Bukankah aku ini tuhanmu(maka manusia
menjawab) benar engkau adalah tuhan kami.”
Menurut
omar muhammad Al-toumy al-syaibani menurutnya filsafat pendidikan islam
lain adalah pelaksanaan pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang
pendidikann yang didasarkan pada ajaran islam untuk lebih jelasnya dijelaskan
dalam bukunya seperti ini ” jika kita telah membicarakan tentang kepentingan
pembinaan falsafah pendidikan secara umum. Kita tidak menentukan jenis falsafah yang harus menonjol pada
falsafah itu. Judul atau bab yang kita
bincangkan tentang sifat-sifat falsafah dan apa yang disebut bagi falsafah ini
tentang sumber unsur-unsur dan syarat-syarat dari dan apa yang akan kita cabut
tentang prinsip-prinsip kepercayaan andaian-andaian dan premis yang menjadi
asas falsafah ini yaitu falsafah pendidkan berasal dari prinsip-prinsip dan ruh
islam itulah filsafat untuk pendidikan atau disebut filsafat pendidkan islam.”
Sedangkan pendapat yang lain adalah
filsafat pendidkan islam yaitu pengetahuan yang membahas segala persoalan yang
menyangkut kependidiakan yang bersumber pada ajaran islam dengan maksud
memperoleh jawaban yang selanjutnya dipergunakan sebagai pelaksanaan dan
pengembangan pendidkan islam agar
berdampak posistif bagi kehidpan ummat islam( ahmad tafsir hal.36)
B. Tujuannnya
1. mengembangkan potensi fitrah tauhid peserta didik
2. mengembangkan potensi ilahiah peserta didik agar mereka
berkemampuan membimbing dan menjadiakan atau menyukai serta merealisasikan diri
dan masyarkat abdullaoh yang tulus ikhlas serta kontiniu beribadah atau
mengambdikan diri kepanya.
3. mengembangkan potensi insaniah peserta didik agar mereka
memiliki kemampuan mengarahakan dan membimbing diri dan masyarkat untuk
melaksanan tugas-tugas dan perannya sebagi khalifah di bumi
C. Fungsi
Fungsi dan kegunaan filsafat secara umum untuk memperoleh makna dan
peristiwa alam dan sosial.
Profesor muhammad attiyah abrosy dalam kajiannya tentang pendidkan islam telah
menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidkan islam yang diuraikan dalam “
at-tarbiya al islamiyah wal falsafatuha” yaitu untuk membantu pembentukan
akhlah yang mulia . islam menetapak bahwa pendidkan akhlak adalah jiwa pendidik
islam.
Persiapan untuk
kehidupan dunia dan akhirat, pendidkan islam tidak hanya menaruh perhatian dari
segi pendikan dunia saja tetapi dia menrauh perhatian kepada keduanya
sekaligus.
D. RUANG LINGKUPNYA
Mempelajari
filsafat ini berarti mamsukia arena pemikiran yang mendasar sistematis, logis,
menyeluruh yeng berupa landasan ontologis pendidikan islam, epistimologis,
serta kasiologis islam.disamping itu juga membahas konsep dasar serta unsur-unsur
pendidikan .
Muzzayin Arifin
menyatakan bahwa mempelajari filsafat pendidikan islam berarti memasuki area
pemikiran yang mendasar, sistematis dan logis serta menyeluruh ( Universal)
tentang pendidikan yang tidak hanya dilatar belakangi oleh pengetahuan agama
islam saja, melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu lain yang
relevan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan
islam adalah masalah – masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, masalah
guru, kurikulum, metode dan lingkungan pendidikan .
RESUME II (DUA)
Metode Studi dalam Filsafat Pendidikan Islam
§ Pengertian
Di
dalam Al-qur’an banyak ditemukan ayat yang berkaitan dengan penjelasan manusia
sebagai makhluk terbaik dan sebaik-baik penciptaan. Jadi memang benar kalau
manusia adalah seorang yang sudah sepantasnya sebagai pengajar dan yang di
ajari ilmu, di antaranya adalah ilmu filsafat pendidikan Islam.
Secara
harfiah kata metode berasal dari kata Greck (Yunani) yang terdiri dari kata
“meta” yang berarti melalui dan kata hodos yang berarti jalan. Jadi dapat
disimpulkan bahwa metode adalah jalan yang dilalui. Runes sebagaimana yang di
kutip oleh Muhammad Noor Syam menjelaskan bahwa metode adalah:
1. Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai
suatu tujuan.
2. Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam
proses mencari ilmu pengetahuan dari satu materi tertentu.
3. Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari
suatu prosedur.
Di
samping itu Al-Syaibani yang juga di kutip oleh Al-Rasyidin dan Syamsul Nizar
dalam buku Filsafat Pendidikan Islam (2005) menjelaskan bahwa metode pendidikan
adalah segala segi kegiatan yang terarah yang di kerjakan oleh guru dalam
rangka kemestian mata pelajaran yang diajarkannya. Ciri-ciri perkembangan peserta
didiknya dan suasana alam sekitarnya dan tujuan membimbing peserta didik untuk
mencapai proses belajar yang diinginkan dan perubahan dengan yang di kehendaki
pada tingkah laku mereka dari sudut pandang filosofis metode adalah merupakan
alat yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sejalan
dengan itu Abuddin nata menjelaskan bahwa metode dapat pula membawa arti
sebagai cara untuk memahami, menggali, dan mengembangkan ajaran Islam sehingga
terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
-
Metode
Sebagai
suatu metode, pengembangan filsafat pendidikan Islam biasanya memerlukan empat
hal sebagai berikut:
1. Bahan yang akan digunakan dalam pengembangan
filsafat pendidikan. Dalam hal ini dapat berupa bahan tertulis yaitu Al-Qur’an
dan Hadits yang disertai pendapat-pendapat para ulama serta para filsuf
lainnya. Serta pengalaman empirik dalam praktek pendidikan.
2. Metode pencarian bahan: untuk mencari bahan
yang bersifat tertulis dapat dilakukan melalui studi kepustakaan dan studi
lapangan dan masing-masing prosedurnya telah di atur sedemikian rupa.
3. Metode pembahasan: Muzayyin Arifin mengajukan
alternatif metode analisis-sintesis yaitu metode yang berdasarkan pendekatan
rasional dan logis terhadap sasaran pemikiran secara induktif, deduktif dan
analisis ilmiah.
4. Pendekatan dalam hubungannya dengan pembahasan
tersebut harus pula dijelaskan pendekatan apa yang akan di gunakan untuk
membahasa tersebut pendekatan ini biasanya diperlukan ketika menganalisa.
Selanjutnya
jika metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan Islam dapat membawa arti
sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seeorang sehingga
dapat terlihat dalam pribadi objek sasaran yaitu pribadi yang Islami.
-
Asas-Asas Umum Metode Pendidikan Islami
Dalam
penerapannya metode pendidikan Islam menyangkut permasalahan individual atau
sosial peserta didik dan pendidik itu sendiri. Untuk itu dalam menggunakan
metode seorang pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan
Islam. sebab metode merupakan sarana atau jalan menuju tujuan pendidikan.
Asas metode pendidikan itu diantaranya:
1. Asas agamis: metode yang digunakan dalam
pendidikan Islam haruslah agamis.
2. Asas biologis
3. Asas psikologis
4. Asas sosiologis
Keempat
asas ini merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan harus di
perhatikan oleh para pengguna metode pendidikan Islam agar dalam menggunakan
asas ini tepat pada sasarannya. Sementara dari sudut pandang pelaksanaan asas
pendidikan Islami dapat dipormulasikan kepada:
1. Asas motivasi
2. Asas aktivitas
3. Asas apersepsi
4. Asas peragaan
5. Asas ulangan
6. Asas kolerasi
7. Asas konsentrasi
8. Asas individualisasi
9. Asas sosialisasi
10. Asas evaluasi
11. Asas kebebasan
12. Asas lingkungan
13. Asas globalisasi
14. Asas pusat minat
15. Asas ketauladanan
16. Asas kebiasaan
-
Karakteristik Metode Pendidikan Islam
1. Keseluruhan proses penerapan metodenya mulai
dari pembentukan penggunaan sampai pengembangan tetap di dasarkan pada
nilai-nilai asas islam sebagai ajaran yang universal.
2. Proses pembentukan penerapan dan pengembangan
tetap tidak dapa di pisahkan dengan konsep Al-akhlakul Karimah sebagai tujuan
tertinggi.
3. Metode pendidikan Islam bersifat luwes dan
fleksibel dalam artian senantiasa membuka diri dan dapat menerim perubahan
sesuai dengan situasi dan kondisi.
4. Menyeimbangkan teori dan praktek.
5. Menekankan kebebasan peserta didik untuk
berkreasi dan mengambil prakarsa dalam batas-batas kesopanan Al-akhlakul
Karimah.
6. Menekankan nilai-nilai keteladanan.
7. Di dalam penerapannya berupaya menciptakan
situasi yang memungkinkan bagi terciptanya intraksi eduktif dan kondusif.
8. Usaha untuk memudahkan proses pengajaran dalam
mencapai tujuan secara efektif dan efesien.
-
Macam-Macam Metode Pendidikan Islam
1. Ceramah
2. Tanya jawab
3. Diskusi
4. Pemberian tugas
5. Demonstrasi
6. Eksprimen
7. Amsal
8. Targhib wa tarhib
9. Tikror (pengulangan)
Metode mempelajari filsafat pendidikan Islam
1. Pendekatan terhadap wahyu merupakan pendekatan
pokok dalam mengkaji konsep-konsep wahyu secara filosofis dan anaitis.
2. Pendekatan sejarah yaitu pendekatan sejarah
yang dilakukan melalui pengkajian hasil pemikiran ulama Islam di masa silam.
Filsafat pendidikan Islam memecahkan problem
pendidikan Islam dapat menggunakan metode-metode antara lain:
1. Metode spekulasi dan templasi
2. Pendekatan normatif
3. Pendekatan analisa konsep
4. Pendekatan histori
5. Pendekatan ilmiah
6. Pendekatan komprihensif terpadu.
Penjelasan prof. Rasydin.
-
Mendidik dengan keteladanan , nasehat, pembiasaan,
pengawasan, dan ganjaran
termasuk sebuah metode atau tidak
metode dalam study filsafat secara umum
1. Kontemplasi atau kontemplatif : perenungan :
ada objek yang di renungkan
2. Spekulasi (ragu) cari jawaban yang pasti
Filsafat paling tua filsafat alam.
3. Deduksi dan induksi
Semua orang pasti mati deduksi
Saya pasti mati
Khusus ke umum
emas dipanaskan menuai semua tembaga dipanaskan menuai
metode
filsafat pendidikan secara umum:
-
Filsafat tradidional: metode historis
-
Filsafat modern: - analisis konsep – analisis bahasa (
kikir: bisa benda dan sifat)
Analisis konsep
Contoh konsep evaluasi dalam pendidikan
Dosa: إِثْمٌ ذَنْبٌ
Metode filsafat
pendidikan Islam
1.
Tajribi : empirik/ eksprimen
2.
Burhani : logis 1 + 1 = 2
3.
Bayani : melalui penjelasan
Al-qur’an, berdasarkan konteks kitab suci
4.
Irfani : adanya ketenangan dengan
hati
Al-ghazali mengatakan saya bisa
memikirkan tuhan wajib ada dengan akal tanpa ada dalil syar’i, tapi wajib aqli.
RESUME III(TIGA)
‘’
HAKIKAT MANUSIA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PENDIDIKAN DALAM ISLAM ’’
A. Pengertian
Hakikat Manusia
Manusia
adalah satu kata yang sangat bermakna dalam, dimana manusia adalah makhluk yang
sangat sempurna dari makhluk-makhluk yang ada sebelumnya.
Dalam Al-qur’an terdapat beberapa
terma/istilah yang merujuk pada kata manusia, antara lain:
1. Al-nas (الناس)dan berbagai kata manusia seperti
al-insan, al-ins, al-unas, al-nasiyya dan al-insiyya
2. Al-basyar (البشر)
3. Bani Adam (بنى ادام)
Menurut ‘Aisyah Abdurrahman dalam Al-qur’an
kata al-nas, al-ins, dan insan tidak pernah digunakan untuk arti manusia secara
fisik. kata al-nas disebutkan sebanyak
240 kali adalah sebagai nama jenis untuk keturunan Adam yaitu satu spesies di
alam semesta, contoh untuk hal ini firman Allah SWT.
ياآيها الناس انّا خلقناكم من ذكر وانثى وجعلنكم
شعوبا وقبائل لتعارفوا
Adapun kata al-ins dan insan
keduanya memiliki intensi makna yang serumpun karena berasal dari akar kata
yang sama yakni س ن ا yang menunjukkan arti
lawan dari kebuasan, menurut Aisyah kata al-ins selalu disebutkan bersamaan
dengan kata al-jin sebagai perbandingan seperti terdapat pada Q.S. Al-An’am
ayat 112, 128 dan 130. Q.S. Al-A’raf ayat 38 dan 179.
Sedangkan
kata al-insan nilai kemanusiaannya tidak hanya terbatas pada kenyataan spesifik
manusia untuk tumbuh menjadi Al-ins,
tetapi juga sampai pada tingkat yang membuatnya pantas menjadi khalifah di bumi
menerima beban taklif dan amanah kemanusiaan. Karna al-ins dibekali dengan
al-‘ilmu, al-bayan, al-aql, dan al-tamyiz, maka dia harus berhadapan dengan
ujian kebaikan dan kejahatan. Ilusi tentang kemampuan dan kekuatannya.
Dalam
Al-qur’an kata Al-Insan di ulang sebanyak 65 kali dari keseluruhan ayat-ayat
itu. ‘Aisyah menemukan makna yang khas dari apa yang di sebut al- insaniyyah sebagai
contoh al- insan yang di sebut sebagai insaniyyah dalam surah Al’Alaq yang
menunjukkan gambaran umum mengenai 3 hal:
1.
Manusia tercipta dari ‘Alaq yaitu
segumpal darah
2.
Mengisyaratkan hanya manusia yang
dikasih ilmu
3.
Mengingatkan manusia bahwa dia
memiliki sifat sombong yang bisa menyebabkan lupa pada pencipta.
Kemudian kata Al-Basyar yang
bermakna kulit yang tampak. Dalam Al-qur’an muncul sebanyak 35 kali dan 25
diantaranya menjelaskan kemanusiaan para Nabi dan Rasul. Karenanya dihadirkan
Al-Qur’an dalam arti fisik biologis manusia yang tampak jelas.
Sementara itu secara etimologi, kata
bani Adam bermakna generasi keturunan Adam A.S. kata bani Adam bermakna
generasi keturunan Adam/ generasi yang dibangun, diturunkan/ dikembangkan dari Adam A.S yang diciptakan Allah SWT.
Karena itu, secara umum terma bani Adam bisa dimaknai sebagai generasi yang di
bangun, di turunkan atau dikembangkan dari Adam A.S.
B.
Proses Penciptaan
Manusia
Secara umum Al-qur’an memaparkan
bahwa manusia diciptakan dari yang satu yakni Adam A.S yang darinya Allah
menciptakan perempuan atau hawa dan dari keduanya berkembang manusia terus
menerus.
Berbeda dengan itu dalam konteks
manusia secara umum Al-qur’an memberikan penjelasan yang lebih rinci
keterangannya ini bahkan bisa ditelusuri secara seaintefik atau menurut
pengetahuan ilmiah. Dalam Q.S Mu’minin: 12- 14 Allah SWT menjelaskan bahwa
manusia diciptakan dari inti sari pasti tanah (من سللة
من طين) yang di trasformasi
menjadi air mani (نطفة) kemudian di simpan dalam tempat yang kokoh (قرار مكين)
yakni rahim ibu.
Setelah melalui proses pembuahan air
mani tersebut selanjutnya berproses menjadi darah beku (علقة) dan darah beku
ini kemudian berproses menjadi segumpal daging (مضغة) yang kemudian di balut dengan tulang
belulang (عظما) dan akhinya Allah SWT menjadikannya sebagai makhluk yang
berbentuk (خلقا ءاخر) kepada makhluk yang berbentuk inilah kemudian Alah SWT
menciptakan ruh.
C.
Tujuan, Fungsi, dan
Tugas Penciptaan Manusia
Dalam konteks ini Islam menciptakan fungsi penciptaan manusia sebagai
makhluk ibadah (عبد الله) yang di perintahkan untuk mengabdi atau menghambakan diri
secara kontinio dengan tulus ikhlas hanya kepada Allah SWT semata secara
eksplisit. Hal ini ditegaskan Allah SWT dalam firmannya:
وما خلقت الجن والإنس الا ليعبدون.
Secara sempit makna ibadah mengacu
pada tugas pengabdian manusia secara individual sebagai hamba Allah SWT. Namun
secara luas makna ibadah sebenarnya meliputi: seluruh aktivitas manusia dalam
kehidupannya.
Dalam melaksanakan fungsinya sebagai
‘Abdullah memerintahkan manusia untuk tulus dan ikhlas dalam mengabdikan dari
padanya karena itu inti penyerahan diri adalah penyerahan diri total, baik
jasmani dan rohani.
Selanjutnya dalam konteks tugas
penciptaan dalam persfektif falsafah pendidikan Islam adalah manusia sebagai
khalifah Allah yang diberi tugas sebagai peminpin dan pengganti Allah untuk
melaksanakan titahnya baik pada diri sendiri, manusia, dan makhluk lainnya.
Manusia : انس/ الإنسان/ البشر/ بنى ادام
-
tujuan penciptaan: shahadah kepada
Allah
-
fungsi penciptaan: mengabdi
kepada Allah
-
tugas penciptaan : khalifah fiil
ardi
D.
Implikasi Terhadap
Pendidikan Islami
Untuk mengembangkan potensi fisik
dan psikis manusia ke arah kesempurnaan maka pendidikan Islam harus merupakan
upaya penciptaan situasi dan kondisi yang benar-benar kondusif bagi
pengembangan dimensi material dan nonmaterial secra utuh, integral, dan
seimbang antara tarbiyah jismiyah wa ruhiyah ( ‘aqliyah, nafsiah, wa qalbiah
). Keterpecahan dan keseimbangan antara
dua dimensi tersebut hanya akan menghasilkan manusia-manusia yang terpecah diri
dan kepribadiannya.
RESUME IV( EMPAT)
Hakikat Masyarakat dan
Implikasinya Terhadap Pendidikan dalam Islam
A. Makna Masyarakat ( Al- Ummah)
Kata
masyarakat selalu dideskripsikan sebagai kumpulan individu-individu manusia
yang memiliki kesamaan baik dalam karakteristik maupun tujuan. Boleh jadi
pengertian ini diambil dari kata syaraka yang bisa mempunyai makna
bersekutu/perserikatan karnanya masayarakat sering di maknai dengan kata
kumpulan orang-orang untuk bersekutu/ menghimpunkan diri untuk suatu tujuan/
maksud tertentu.
Di
dalam komunitas muslim terma yang sering digunakan untuk menyebut masyarakat
adalah Al-Ummah bentuk tunggal dari jamak Al-umam yang memiliki makna dasar
asal, tempat kembali, kelompok, agama, postur tubuh, agama dan tujuan dari kata
itu muncul kata amm dan imam.
Ali
syariati mendefenisikan masyarakat sebagai kumpulan orang yang semua
individunya sepakat dalam tujuan yang sama dan masing-masing membantu agar bergerak
ke arah tujuan yang di harapkan atas dasarkepeminpinan yang sama. Berdasarkan
defenisi ini maka ada 4 unsur dalam masyarakat (ummah).
1.
Berhimpun sejumlah individu
2.
Semua individu tersebut sepakat
adanya tujuan yang sama
3.
Semua individu dalam kumpulan tersebut
saling membantu dalam pencapaian tujuan yang sama
4.
Adanya kepeminpinan yang sama
yang disepakati secara bersama.
Meskipun kata masyarakat terampil
dari kosa kata bahasa Arab, namun secara eksplisit terma yang biasa digunakan
muslim sebagai entensitas yang bersifat kolektif adalah Al-ummah jamaknya umam
digunakan untuk menyebut kelompok manusia yang dihimpun oleh sesuatu seperti
agama, ideologi, wakttu dan lain-lain.
Dalam konteks yang terakhir manusia
terma Al-ummah selalu di hubungkan dengan pimpinan nabi/rasul mengarahkan
perjalanan seseorang ke arah tertentu. Berjalan di depan/ berada di depan
sekali meniru/ mencontoh seseorang/ meniru/ mengabdikannya ikutan.
Dalam lisan Al-‘arab disebutkan kata
ummah dan umam bisa berarti:
1.
Al-jama’ah yakni satu golongan
manusia
2.
Setiap generasi manusia dinisbahkan
kepada seorang nabi adalah ummah yang satu sepeti nabi Muhammad SAW dan setiap
generasi manusia adalah ummat yang satu.
Menurut Al-Syaibani dalam pandangan
Islam masyarakat adalah arena tempat dimana individu dan kelompok berinteraksi
menjalin hubungan sesamanya dimana usaha berpadu saling memahami dan menyatakan
rasa masing-masing.
Dalam makna khusus masyarakat muslim
dapat di batasi sebagai kumpulan individu/ kelompok manusia yang memiliki kebiasaan,
tradisi sikap dan perasaan persatuan yang diikat oleh kesamaan keyakinan/ agama
yakni Islam.
Berdasarkan studinya tentang konsep
masyarakat ideal menurut Al-Qur’an, Nurdin menyimpulkan ciri-ciri khusus
masyarakat ideal menurut Al-Qur’an sebagai berikut.
1.
Masyarakat yang sepenuhnya di
landasi oleh keimanan yang pokok. Keimanan itu berfungsi sebagai pendorong
sekaligus penyeimbang dalam segala aspek proses kemajuan yang terjadi dalam
masyarakat. Di samping itu dengan keimanannya, masyarakat tersebuut akan
mencapai kemuliaan dan ketinggian.
2.
Masyarakat dimana masing-masing
anggotanya bekerjasama untuk saling memerintahkan kepada yang ma’ruf atau
segala bentuk kebaikan yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama.
3.
Masyarakat dimana para anggotanya
senantiasa berikhtiar untuk mencegah setiap kemungkaran yaitu segala bentuk
pelanggaran terhadap yang ma’ruf.
4.
Masyarakat dimana para anggotanya
menjadikan musyawarah sebagai salah satu pilar penjaga kehidupan masyarakat.
5.
Masyarakat yang menegakkan
nilai-nilai keadilan sebagai bahagian dari yang ma’ruf.
6.
Masyarakat dimana di dalamnya
tercipta persaudaraan sesama warga.
Menurut al-Syaibani
ciri-ciri masyarakat Islam itu dapat di identifikasi dari:
1.
Iman kepada Allah SWT, para nabi
dan rasul, kitab-kitab samawi, dan lain-lain.
2.
Agama menempati posisi tertinggi.
3.
Penilaian yang tertinggi di
berikan kepada akhlak dan tata susila.
4.
Menghormati dan menjaga
kehormatan insan.
5.
Ilmu dijadikan sebagai
baris/asas.
6.
Keluarga dan kehidupan keluarga
mendapat perhatian besar.
7.
Dinamis dalam arti berubah dan
berkembang terus ke arah kebaikan.
8.
Kerja/ amal mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh.
9.
Nilai dan peranan harta
diperhitungkan untuk memelihara manusia.
10. Kekuatan dan keteguhan
di lentur agama, akhlak dan lain-lain.
11. Masyarakat yang
terbuka.
12. Bersifat insaniyah.
Syarat bisa dikatakan
masyarakat:
1.
Kumpulan individu
2.
Adanya tujuan
3.
Punya peminpin yang sama
4.
Adanya kerja sama
Karakter ummat Islam:
-
Ummatun wahidah (bersatu padu)
-
Ummatun muktasidah (moderat/
tidak berlebihan)
-
Ummatun washitah
-
Khairu ummat
-
Pengecut Nekad
berani
RESUME KE V( LIMA)
Konsep Alam Semesta
dan Implikasinya
Terhadap Pendidikan
Dalam Islam
A. Makna Alam Semesta
Dalam
perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah SWT karenanya
alam semesta bukan hanya langit dan bumi tetapi meliputi segala sesuatu yang
ada dan diantara keduanya tidak hanya itu di dalam perspektif Islam diamati
melalui penginderaan manusia, tetapi mencakup juga segala sesuatu yang tidak
dapat diamati oleh penginderaan manusia di dalam Islam segala sesuatu selain
Allah SWT yang dapat di dekai/ diamati melalyi penginderaan manusia di sebut
sebagai “alam syahada” ia merupakan
fenomena semesta itu segala sesuatu selain Allah SWT yang tidak dapat diamati/ di dekati
melalui penginderaan manusia di sebut sebagai “alam ghaib” karenanya ia adalah
alam noumena.
Menurut
KBBI kata alam memiliki arti segala yang ada dilangit dan dibumi (seperti
bulan, planet-planet, bintang-bintang) sedangkan kata semesta yaitu segenap,
seluruh semua keseluruhan.
Dengan
perspektif Islam, alam semesta adalah segala sesuatu selain Allah Swt. Dalam
Al-Quran term alam hanya ditemukan dalam bentuk plural atau alamin kata ini
terulang sebanyak 73 kali dan tersebar pada 30 surah. Penggunaan bentuk plural
ini mengidentifikasikan bahwa alam semesta ini banyak atau beraneka ragam.
Disisi lain, alam semesta bisa didefinisikan sebagai kumpulan jauhar yang
tersusun dari maddah dan surah (bentuk) yang diklasifikasikan kedalam wujud
yang keukrit(syahadah) dan wujud abstrak (ghaib) kemudian disisi lain alam
semesta ini bisa juga dibagi-bagi kedalam beberapa jenis. Seperti benda padat
(jamadad) tumbuh-tumbuhan( nabatat), hewan(hayawan), dan manusia.
Dalam
Al-Quran, pengertian alam semesta dalam arti jagat raya bisa dipahami dari
terma (السموات والأرض وما بينهما) ungkapan ini berulang sebanyak 20 kali dan tersebar pada 15
surah. Berkenaan dengan ini, Sirajuddi zar menyatakan bahwa ungkapan ((السموات والأرض وما بينهما) tidak hanya menunjuk pada pengertian kumpulan alam fisik saja,
tetapi mencakup juga pada seluruh alam fisik maupun non fisik.
Shihab
menyatakan bahwa semua yang maujud selain Allah Swt baik yang telah diketahui
atau belum disebut alam. Kata alam terambil dari asal kata yang sama dengan ilm
dan alamah yaitu segala sesuatu yang menjelaskan seisinya.
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa tujuan
penciptaan alam semesta ini adalah untuk memperlihatkan kepada manusia
tanda-tanda keberadaan dan kekuasaan Allah Swt. Dalam Al-Quran secara eksplisit
dinyatakan : kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda –tanda keberadaan
kekuasaan kami di segenap ufuk(alam makro) dan pada diri mereka sendiri (alam
mikro) sehingga jelaslah bagi mereka bahwa ia adalah al-haq (Q.S.Fussilat:53).
Dalam
kehidupannya manusia berinteraksi dengan alam semesta. Berikut
karakter/wataknya secara umum alam itu dibagi dalam 2 jenis:
1. Alam syahadah:wujud
konkrit dan dapat dilihat panca indra
2. Alam ghaib: wujud yang
tidak tampak oleh panca indra.
B. Tujuan Penciptaan Alam Semesta
Secara
eksplisit Allah SWT menegaskan bahwa dia tidak menciptakan langit dan bumi dan
apa yang ada di antara keduanya secara main-main kecuali dengan al-Haq, itu
berarti bahwa tidak ada ciptaan Allah SWT sekecil apapun ciptaan itu yang tidak
memiliki arti dan makna apalagi alam semesta yang terbentang luas ini.
Dalam
perspektif Islam, tujuan penciptaan alam semesta ini pada dasarnya adalah
sarana untuk menghantarkan manusia pada pengetahuan dan pembuktian tentang keberadaan
dan kemahakuasaan Allah SWT secara ontologis adanya alam semesta ini mewajibkan
adanya zat yang mewujudkan dalam konteks ini. Keberadaan alam semesta merupakan
petunjuk yang sangat jelas tentang keberadaan Allah SWT sebagai Tuhan maha
pencipta.
Al-qur’an
telah menyatakan dengan tegas bahwa Tuhan penciptaan alam semesta ini
adalahuntuk memperlihatkan kepada manusia tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan
Allah SWT. Dalam konteks ini keberadaan alam semesta merupakan petunjuk yang
sangat jelas tentang keberadaan Allah SWT sebagai Tuhan pencipta seluruh alam.
Peran
manusia dalam alam semesta:
1. Sebagai khalifah
dimana manusian disuruh dan di minta menjadi peminpin di alam dunia ini.
2. Pengatur alam atau
perantara Allah. Manusia sebagai pengatur alam semesta, ketika mau menjaga alam
maka kebaikan untuk manusia ketika merusak alam. Itupun untuk mereka juga
Fungsi alam semesta
-
Sebagai institusi pendidikan
Islam
Alam
semesta merupakan institusi pendidikan yakni tempat dimana manusia di didik, di
bina, di latih, dan di bimbing agar berkemampuan merealisasi atau mewujudkan
fungsi dan tugasnya sebagai Abdullah dan khalifah (amal ibadah dan amal
shaleh). Melalui proses pendidikan di alam semesta inilah kelak Allah SWT akan
menilai siapa di antara hambanya yang mampu meraih markah/ prestasi terbaik.
Konsep alam semesta Menurut
Filsafat
Ontologi: makhluk
Aksiologi: jalan yang
menghantarkan kepada Tuhan
Epistimologi: objek ilmu
Takdir ada 2
1. Tidak bisa di rubah: معلق
2. bisa dirubah مبهم:
RESUME VI (ENAM)
Konsep Ilmu dan Implikasinya
Terhadap Pendidikan dalam Islam
A. Pengertian al-‘ilm
Secara bahasa kata ilmu
berasal dari adar kata ع-ل-م yang diambil dari kata
‘alamah yang berarti tanda, petunjuk, atau indikasinya yang dengannya sesuatu/
seseorang dikenal kognisi atau label.
Kata ‘ilm juga
merupakan bentuk defenisi dari kata ‘lima , ya’lamu, ‘ilman (dengan wajan: fa’ila,
yaf’alu, fa’lan) yang berarti pengetahuan. Dalam al-qur’an baik dalam bentuk
defenitif maupun indefenitif kata ‘ilm seperti علما (mengajarkan), يعلم (mereka mengetahui), alim (sangat
mengetahui).
Berdasarkan makna
semantik di atas dapat dipahami bahwa dalam Islam Allah SWT adalah sumber
segala ilmu pengetahuan dan karenanya semua ilmu pengetahuan yang diketahui dan
dimiliki manusia datangnya dari Allah SWT. Dilihat dari perspektif ini maka
Al-Attas mendefenisikan ilmu dari dua sisi. Pertama sebagai sesuatu yang
datangnya dari llah SWT maka ilmu dapat didefenisikan sebagai sampaikannya
makna/bentuk sesuatu ke dalam jiwa manusia/ pencari ilmu. Kedua sebagai sesuatu
yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif. Maka ilmu dapat di defenisikan
sebagai sampainya jiwa manusia pada makna sesuatu atau objek pengetahuan.
Kedatangan dari sisi
pencari ilmu, adalah suatu proses yang memerlukan mental atau jiwa aktif dan
persiapan spritual tanpa jiwa yang aktif dan persiapan yang aktif.
B. Instrumen Meraih Ilmu Pengetahuan
Ketika
dilahirkan dari rahin ibunya, manusia tidak memiliki pengetahuan tentang
sesuatu walau sedikit pun. Namun di samping ketidaktahuan tersebut manusia di
berikan Allah SWT dengan potensi psiko-fisik yang dapat diperpedayakansebagai
instrumen untuk memperoleh ilmu pengetahuan, sampai pada level pengetahuan
untuk mampu bersyukur kepada Tuhan, bila diamati. Semua manusia mengawali
pemerolehan pengetahuan tentang sesuatau melalui panca indra. Dalam jenjang
waktu tertentu sejak bayi hingga akhir masa kanak-kanak kita hanya mampu
memperoleh pengetahuan tentang diri dan objek-objek pengetahuan di sekitar kita
melalui panca indra (emprisme).
Ketika
beranjak dewasa, secara bertahap kita mulai menyadari bahwa tidak semua
pengetahuan yang diperoleh melalui panca indra tersebut bisa dipercayai/
dipedomani kebenarannya. Dalam hal tertentu, pengetahuan indrawi tersebt justru
menipu, bahkan berpotensi mnyesatkan kita. Contoh indra mata kita melihat
bintang, bulan, matahari tampak kecil. benarkah demikian?
Ketika beranjak dewasa kita mulai
meragukan pengetahuan indrawi. Dalam konteks fiqih, setelah masa kanak-kanak
kita memasuku aqil baligh, pada masa ini akal yang dianugerahkan Allah SWT
mulai mampu kita fungsikan melalui instrumen indrawi.
Al-Ghazali menuliskan dalam miyar
al-‘ilm dan al-munqdiz min al- Dlalal dalam paparannya Al-Ghazali mengemukakan
bahwa ada dua instrumen yang digunakan manusia untuk memperoleh ilmu
pengetahuan yaitu panca indra (hissiyah) dan akal (aqliyah) mendapatkan
pengetahuan langsung tanpa akal bahkan tanpa usaha dan belajar. Pengetahuan
khusus ini untuk para nabi-nabi dan rasul-rasul serta para wali-wali Allah AWT
yang masuk langsung ke hati mereka.
C. Sumber-Sumber Ilmu Pengetahuan
Dalam
falsafah Islam secara ontologis dipahami bahwa esensi realistis adalah yang
maha tunggal yakni Allah SWT sebagai realistis mutlak dan Allah SWT adalah
sumber dari segala yang ada. Konsep tentang realistis memiliki implikasinya
ontologi terhadap ilmu pengetahuan yang akan di tranformasi melalui pendidikan
Islam.
Sebahagian
pendidikan diwahyukan Allah SWT kepada hamba-hamba yang dipilihnya (para nabi
dan rasul) melalui ayat-ayat Qauliyah/ Qur’aniyah dan sebahagian lagi dapat
diperoleh melalui pendaya gunanya indra akal dan hatinya sebagai sumber ilmu
Al-quran merupakan petunjuk kejalan yang benar. Dan disamping itu ada juga
Al-Hadits (perkataan, perbuatan, sifat) yang dilakukan nabi Muhammad yang perlu
dikaji dan dikembangkan serta kita contoh sebagai ummatnya.
Manusia
juga bisa memperoleh pengetahuan dari lam dengan menggunakan panca indra akal
dan hatinya. Selain Al-qur’an, Hadits dan alam semesta, sejarah juga merupakan
sumber ilmu pengetahuan. Sebagaimana dinyatakan wan daud ketika merujuk sejarah
sumber ilmu pengetahuan. Al-qur’an sering menggunakan terma ibrah.
D. Klasifikasi/ Pembidangan Ilmu Pengetahuan
Menurut
Al-Ghazali secara umum ilmu itu dibagi kepada 2 yaitu:
a. Ilmu mu’amalah yaitu
ilmu yang membahasa mengenai keadaan hati yang mengajarkan nilai-nilai mulia
dan melarang tindakan yang melanggar kesusilaan pribadi dan etika, sosial dan
syari’at yang terdiri dari fardu ‘ain dan kifayah.
b. Ilmu mukasyafah yaitu
puncak dari semua ilmu karna ia berhubungan dengan hati, ruh, jiwa, dan
pensucian jiwa.
E. Karakteristik Ilmu Muslim
Menurut
KBBI ilmuan adalah orang yang ahli (banyak pengetahuan mengenai suatu ilmu). Muslim
adalah orang yang berserah diri kepada Allah SWT baik itu jiwa serta raganya.
Ilmuwan adalah orang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan
dengan tekun dan sungguh-sungguh. Muslim adalah seseorang yang berserah diri
kepada allah. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
karakteristik ilmuwan muslim adalah ciri atau sifat khas seseorang yang bekerja
dan mendalami ilmu pengetahuan dengan tekun dan sungguh-sungguh dan beragama islam.
Karakter / tanda-tanda seorang ilmuwan muslim yaitu:
1.
Bersungguh – sungguh belajar 4.
Menyampaikan ilmu
2.
Berpihak pada kebenaran 5.
Sangat takut pada Allah SWT
3.
Kritis dalam belajar 6.
Bangun diwaktu malam
F.
Implikasi Terhadap Pendidikan Islam
Agama islam
meletakkan martabat tingginya kepada ilmu dan para ilmuwan. Bahkan penghargaan
al-qur’an terhadap ilmu memiliki implikasi yang luas terhadap kedudukan manusia
sebagai khalifah dan hamba allah karena manusia sebagai subjek pendidikan
memiliki peranan sebagai transformasi pendidikan dan sebagai pengetahuan itu
sendiri.
Jadi ilmu memiliki
suatu gagasan system pemikiran tersendiri sebagai pengetahuan keilmuwan yang
masing-masing memiliki metodologi sender. Pentingnya ilmu bagi manusia
menyebabkan pencarian dan perkembanga memiliki nilai tanggung jawab kesamaan.
Dalam hal ini akan sistematis dalam kajian kurikulum pendidikan islam sebagai
teori pendidikan islam.
RESUME VII (TUJUH)
Konsep Dasar
Pendidikan dalam Islam
a. Pengertian Ta’lim, Ta’dib, nan Tarbiyah
-
Ta’lim
Menurut atabik Ali A. Mudhor kata
ta’lim sepadan dengan kata darrasa, terambil dari علّم
– يعلّم – تعليما yang secara
bahasa berartimengajar atau mendidik. Menurut Ridha ta’lim adalah proses
ttansisi ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan
tertentu. Argumentasinya di dasarkan pada firman Allah SWT.
وعلّم ءادم الأسماء كلها ثم عرضهم
على الملائكة.
Dan dia mengajarkan
kepada Adam perbendaharaan ilmu pengetahuan (Al- Asma Kulluha) kemudian
memalumkannya kepadaa Malaikat.
Al-Asfahany menyatakan bahwa ta’lim
adalah pemberitahuan yang dilakukan dengan berulang-ulang dan sering sehingga berbekas
pada diri muta’allim. Di samping itu, ta’lim juga adalah menggugah. Untuk
mempersepsikan makna dalam pikiran karenanya, sebagaimana dikemukakan Jalal
dalam konteks ta’lim, apa yang dilakukan Rasulullah saw bukan sekedar membuat
umat Islam bisa membaca apa yang tertulis, melainkan dapat membaca dengan
renungan , pemahaman, pengertian, dan tanggung jawab dan amanah.
-
Ta’dib
Menurut Ibn al-manzhur arti kosa
kata addaba adalah (الدعاء) yang berarti undangan. Kata ini kemudian digunakan dalam arti
undangan kepada suatu perjamuan. dalam salah satu Hadits Rasullah saw bersabda:
انّ هذا القرآن مأدبة الله فى
الأرض فتعلموا مأدبته.
Al-qur’an ini adalah (undangan)
penjamuan Allah diatas bumi, maka belajarlah dari penjamuannya.
Menurut Salabi terma ta’dib sudah
digunakan pada masa Islam klasik, terutama untuk pendidikan yang
diselenggerakan dikalangan istana pada khalifah pada masa itu , sebutan yang
digunakan untuk memanggil guru adalah muaddib. Salabi dengan mengutif al-Jahiz
menyatakan bahwa terma muaddib berasala dari kata adab. Dan adab itu bisa
berarti budi pekerti/meriwayatkan guru para putera khalifah disebut muaddib
dikarenakan mereka bertugas mendidikkan
budi pekerti dan meriwayatkan kecerdasan orang-orang terdahulu.
-
Tarbiyah
Terma tarbiyah berasal dari kata
Robb yang menurut Anis bermakna tumbuh dan berkembang. Pengertian seperti ini
juga diberikan oleh Al-Qurtuby yang menyatakan bahwa pengertian dasar kata Rabb
menunjukkan makna tumbuh, berkembang, memelihara , merawat, mengatur, dan
menjaga kelestarian atau eksistensinya. Sementara itu, menurut Al-Asfahany. An
bertahap atau membuat sesuatu untuk mencapai kesempurnaan secara bertahap.
Shihab menyatakan bahwa kata rabb
sebagaimana terdapat pada ayat kedua surah al-fatihah seakar dengan kata
tarbiyah. Yaitu mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju kesempurnaan
fungsinya dan kejadian. Berdasarkan hal itu, Shihab kemudian memberi arti tarbiyah
sebagai kependidikan atau pemeliharaan. Dalam arti ini, maka apapun bentuknya
perlakuan tuhan kepada demikian itu, sama sekali tidak terlepas dari sifat
kepemiharaan dan kependidikannya.
B.
DASAR-DASAR PENDIDIKAN
ISLAM
Dasar pendidikan Islam tentu saja
didasarkan pada falsafah hidup suatu negara tanpa didasarkan kepada falsafah
hidup suatu negara tanpa dibatasi ruang dan waktu. Ajaran itu bersumber dari
al-quran, sunnah, dan ra’yu(hasil pemikiran ulama).
-
Al-Qur’an
Al-Quran adalah kalam Allah Swt yang
diturunkan kepada nabi Muhammad melaludapatpahala.i perantaraan malaikat jibril
dalam bentuk bahasa arab yang membacanya dapat pahala.
-
Sunnah
Dan menurut Abdurrahman
al-nahlawi mengemukakan dalam lapangan pendidikan sunnah mempunyai 2 faedah.
1.
Menjelaskan sistem pendidikan
Islam sebagaimana terdapat di dalam Al-Quran dan menerangkan hal-hal yang tidak
terdapat didalamnya.
2.
Menggariskan metode-metode
pendidikan yang dapat dipraktekkan.
-
Ra’yu
Pendidikan
sebagai lembaga sosial akan turut mengalami perubahan sesuai dengan perubahan
yanng terdapat di masyarakat . untuk itulah diperlukan ijtihad dari pendidik
muslim.
C.
TUJUAN PENDIDIKAN
ISLAM
Tujuannya
yaitu menciptakan manusia yang bersahadah kepada Allah Swt. Dalam perspektif
falsafah pendidikan islami, aktualisasi syahadah tersebut harus ditampilkan
dalam kemampuan manusia muslim menunaikan fungsinya sebagai abdullah dan
melaksanakan tugasnya secara sempurna.
kognitif تعليم:
afeksi/ psikomotorik تأديب:
bisa untuk manusia/
hewan, barang-barang dan lain-lain تربية:
RESUME VIII( DELAPAN)
‘’ HAKIKAT PENDIDIKAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM’’
A.
Pengertian Mu’alim, Muadib Dan Murabbi
- Mu’allim
Berarti orang
yang memiliki ilmu pengetahuan. Sebagai Mua’llim, pendidik harus merupakan
sosok “alimun, yaitu ilmuwan yang memilki pengetahuan tentang al- alim,
manusia, alam semesta dan semua makhluk ciptaan Nya dan ia sendiri hidup dengan
penegetahuan yang dimiliki nya tersebut.
Sebagai mu’allim
yang bertugas membantu peserta didik ( muta’allim) dalam mengembangkan diri dan
potensi yang mereka miliki untuk sampai pada syahadah kepada Allah SWT. Seorang
mu’allim tidak hanya bertugas membacakan ayat-ayat Qur’aniyah dan Kauniyah ,
tetapi juga berkemampuan mensucikan jiwa peserta didik sehingga dengan kesucian
itu mereka mampu memahami dan menguasai
al- kitab dan al- hikmah, serta hal-hal lain yang belum mereka ketahui.
- Muaddib
Muaddib bermakna
sebagai manusia yang beradab ( insan abadi ). Sebagai muaddib pendidik adalah
orang yang bertugas menyemai dan menanamkan adab kedalam diri seseorang (
mutaaaddib). Seorang muaddib haruslah sosok memiliki adab, yang dengan adab
tersebut ia mampu mendisiplinkan diri sendiri dan orang lain, baik dalam hal
pengetahuan, keterampilan, jiwa dan prilaku bersyahadah kepada Allah SWT.
- Murabbi
Murabbi yang
juga berarti pendidik.Allah SWT disebut sebagai Rabb al- alamin, karena dialah
pemelihara dan pendidik alam semesta. Seorang murabbi atau pendidik harus
meupakan sosok yang memiliki sifat-sifat rabbany, yaitu nama yang diberikan
bagi orang-orang bijaksana yang terpelajar dalam bidang pengetahuan tentang al-
rabb.
Pengetahuan dan
syahadah tentang al- rabb itu pula lah yang yang menjadikannya layak sebagai
murabbi bagi peserta didiknya ( mutarrabi ). Bila dikaitkan dengan Q.S al isra’
ayat 17 maka dalam terma murabbi terkandung pula makna adanya kasih saying
dalam diri dan kepribadian seorang murabbi.
B.
Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Dalam islam,
mendidik dipandang sebagai suatu tugas yang sangat mulia. islam menempatkan
orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan lebih tinggi derajatnya bila disbanding
manusia lainnya. Secara umum, tugas pendidik adalah mendidik. Aktivitas
mendidik itu sebahagian dilakukan dalam bentuk mengajar, melatih, membimbing,
mengarahkan , memberi dorongan, memuji , memberi contoh atau keteladanan,
membiasakan bahkan memberi hadiah dan hukuman. Karenany, tugas mendidik bukan
hanya itu yaitu proses dimana peserta didik dibina agar dapat merealisasikan
seluruh potensi yang dimilikinya secara maksimal.
Dalam islam, tugas
utama yang harus di embani pendidik pada dasarnya adalah mengenalkan dan
meneguhkan kembali perjanjian suci manusia terhadap Allah SWT. Untuk itu,
seorang pendidik harus berupaya
menghantarkan peserta didiknya kearah pengenalan kembali kepada Allah SWT yang
telah diikrarkan ketikan individu manusia berada dialam ruh.
C.
Kararteristik Pendidik Muslim
Menurut An-
Nahlawi, seorang pendidik muslim memilki karakteristik sebagai berikut :
1.
Mempunyai watak dan sifat Rabbaniyah yang terwujud dalam tujuan,
tingkah laku dan pola pikirnya.
2.
Bersifat ikhlas
3.
Bersifat sabar dalam mengajarkan pengetahuan kepada peserta didik
4.
Jujur dalam menyampaikan apa yang diketahuinya
5.
Senantiasa membekali diri dengan ilmu dan kesedian diri untuk terus
mengkajinya
6.
Mampu menggunakan metode mengajar secara bervariasi
7.
Mampu mengelola siswa, tegas dalam bertindak, dan berprilaku
professional
8.
Mengetahui kehidupan psikis para peserta didik sesuai dengan
perkembangannya
9.
Bersikap adil terhadap para peserta didiknya.
RESUME KE X( SEPULUH)
A. HAKIKAT PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Peserta didik merupakan
individu yang belum dewasa yang karenanya memerlukan orang lain untuk
menjadikan dirinya dewasa. anak kandug adalah peserta didik dalam keluarga,
murid adalah pesrta didik di sekolah, anak-anak penduduk adalah peserta didik
masyarakat sekitarnya dan umat beragama menjadi peserta didik ruhaniawan dalam
suatu agama.
Jadi, dapat disimpulkan
bahwa peserta didik dalam pendidikan Islam tidak sebatas pada para anak didik,
tetapi semua manusia adalah peserta didik, bahkan pendidikpun dapat
disebut peserta didik karena tidak ada manusia yang ilmunya mengungguli
ilmu-ilmu Allah. Semua manusia harus terus belajar dan saling mengajar maka
pantasnya semua manusia mengakui dirinya fakir dalam ilmu.
B. Hakikat Peserta Didik
1. Peserta didik bukanlah miniatur orang dewasa akan tetapi memiliki dunianya
sendiri.
2. Peserta didik adalah manusia yang memiliki deferensiasi periodesasi
perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar
aktivitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan
perkembaangan yang pada umumnya dilalui oleh setiap peserta didik.
3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual (differensiasi
individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun di mana dia
berada.
5. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan
rohani.
6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang
dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
C. Sifat-Sifat yang Harus Dipenuhi Peserta Didik
Al-Ghazali, yang telah
dikutip oleh Abidin Ibnu Rush mengemukakan beberapa hal yang harus dipenuhi
peserta didik dalam proses belajar mengajar sebagai berikut:
a. Belajar merupakan proses jiwa.
b. Belajar menuntuk konsentrasi
c. Belajar harus didasari sikap tawadhu’
d. Murid tidak melibatkan diri dalam perdebatan atau diskusi tentang segala
ilmu sebelumterlebih dahulu mengkaji dan
memperkokoh pandangan dasar ilmu-ilmu itu.
e. Murid hendaknya mampu memprekdisikan kehidupan yang akan datang berdasarkan
kejadian sekarang dan silam.
f. Belajar bertahap
g. Tujuan belajar untuk berakhlakul karimah
D. Kebutuhan Peserta Didik
Banyak kebutuhan peserta didik yang harus dipenuhi oleh pendidik, di
antaranya:
a. Kebutuhan fisik
b. Kebutuhan sosial
c. Kebutuhan untuk mendapatkan status
d. Kebutuhan mandiri
e. Kebutuhan untuk berprestasi
f. Kebutuhan ingin disayangi dan dicintai
g. Kebutuhan untuk curhat
h. Kebutuhan untuk memiliki tujuan
hidup
E. Intelegensi Peserta Didik
Intelegensi
(kecerdasan) dalam bahasa Inggris disebut intelligence dan bahasa Arab
disebut al-dzaka menurut arti bahasa adalah pemahaman, kecepatan, dan
kesempurnaan sesuatu. Pada awalnya kecerdasan hanya berkaitan dengan kemampuan
struktur akal dalam menangkap gejala sesuatu, sehingga kecerdasan hanya
bersentuhan dengan aspek-aspek kognitif. Namun pada perkembangan berikutnya,
disadari bahwa kehidupan manusia bukan semata-mata memenuhi struktur akal,
melainkan terdapat struktur kalbu yang perlu mendapat tempat tersendiri untuk
menumbuhkan aspek-aspek efektif. Maka dari itu, kecerdasan peserta didik adalah
mencakup hal-hal berikut:
1.
Kecerdasan intelektual
2.
Kecerdasan emosional
3.
Kecerdasan spiritual
4.
Kecerdasan qalbiyah
F. Potensi Peserta Didik
Sesuai dengan
kesuciannya dalam struktur manusia, Allah telah memberi seperangkat kemampuan
dasar yang memilih kecenderungan berkembang. Dalam perspektif Islam kemampuan
itu disebut dengan fitrah yang dalam pengertian etimologis, mengandung
makna kejadian atau suci. Secara kronologis kata فطرت
berasal dari kata kerja فطر
yang berarti menjadikan. Allah berfirman dalam Qur’an surat Ar-Rum ayat 30,
فأقم وجهك للدين حنيفا فطرت الله التى فطر الناس عليها لا تبديل لخلق الله
ذالك الدين القيم ولكن اكثر الناس لايعلمون
artinya: Hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetapkanlah pada fitrah Allah yang
telah menciptakan manusia menurut fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi
fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.
Berdasarkan firman
Allah tersebut, dapat kita ketahui bahwa makna fitrah adalah suatu
kemampuan dasar manusia yang berkembang secara dinamis , dianugerahkan kepada
Allah kepadanya dan mengandung komponen-komponen tersebut bersifat dinamis dan
responsif terhadap pengaruh lingkungan sekitar, termasuk pengaruh pendidikan.
Komponen-komponen tersebut menurut H. M. Arifin sebagaimana dikutip oleh Beni
Ahmad adalah sebagai berikut:
1.
Bakat, yakni suatu kemampuan pembawaan yang potensial dan mengacu pada
kemampuan akademis, profesional, dalam berbagai bidang kehidupan. bakat ini
berpangkal pada kemampuan kognisi, konasi, dan emosi.
2.
Instink atau gharizah, suatu kemampuan berbuat atau beraktivitas
tanpa melalui proses belajar.
3.
Driver atau dorongan nafsu, dalam tasawuf dikenal adanya jenis nafsu,
seperti lawwamah, mutma’innah.
4.
Karakter atau watak, karakter ini berkaitan dengan tingkah laku moral dan
sosial serta etis seseorang.
5.
Intuisi, merupakan kemampuan psikologis menusia untuk menerima ilham
Tuhan.
RESUME KE XI (SEBELAS)
HAKIKAT KURIKULUM DALAM FILSAFAT PAI
A. PENGERTIAN KURIKULUM PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
Istilah kurikulum yang berasal dari bahasa latin curriculum semula bararti a
running course, or race course,
especially a chariot race course dan
terdapat pula dalam bahasa perancis
courier artinya, to run, berlari.
Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah.
Secara tradisional kurikulum diartikan sebagai mata pelajaran yang
diajarkan disekolah. Saylor dan Alexander merumuskan kurikulum sebagai the
total effort of scool situation. Defenisi ini jelas lebih luas dari pada
sekedar meliputi mata pelajaran, yaitu segala usaha sekolah untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Selain itu, kurikulum tidak hanya mengenai situasi
idalam sekolah, tetapi juga diluar sekoLah.
Menurut Crow, kurikulum adalah rancangan pengajaran yang berisi sejumlah
mata pelajaran yang disusun
secara sistematis sebagai syarat untuk menyelesaikan sauatu program pendidikan
tertentu. Sementara kurikulum dalam zaman modern ini mempunyai makna sejumlah
kekuatan. Factor-faktor pada lingkungan pengajaran pendidikan oleh sekolah bagi
murid-muridnya baik didalam maupun diluar sekolah, dan sejumlah pengalaman yang
lahir dari interaksi dengan kekuatan-kekuatan dan factor-faktor itu. Sedangkan
pengertian kurikulum pendidikan islam dalam bahasa arab adalah manhaj (jalan
terang) yang dilalui oleh pendidik atau guru dengan orang-orang yang dididik
atau dilatihnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mulia
mereka.
Hilda Taba mengemukakan bahwa curriculum
is a plan for learning, bahwa
kegiatan dan pengalaman anak di sekolah harus direncanakan agar menjadi kurikulum. Ada pula yang berpendirian bahwa
kurikulum sebenarnya meliputi pengalaman yang direncanakan, dan yang tidak
direncanakan yang di sebut hidden curriculum atau kurikulum yang tersembunyi.
Pendidikan islam secara fungsiona aalah merupakan upaya manusia muslim
merekayasa pembentukan al-insan al-kamil meelalui penciptaan situasi interaksi
edukatif yang kondusif.
Kurikulum pendidikan agama islam merupakan model rekayasa individual dan
social yang paling efektif untuk menyiapkan dan menciptakan bentuk masyarakat
ideal ke masa depan yang sesuai dengan idealitas islam. Untuk itu perlu
dirancang suatu bentuk kurikuum pendidikan islam yang sepenuhnya mengaju pada
nilai-nilai asasi ajaran islam.
Dalam kosa kata arab, istiah
kurikulum dikenal dengan kata manhaj yang berarti
yang terang atau jalan yang terang atau jalan terang yang dilalui oleh
manusia pada berbagai bidang kehidupannya apabila pengertian ini dikaitkan
dengan pendidikan, maka manhaj atau kurikuum berarti jalan terang yang dilalui
pendiik atau guru latih engan orang-orang yang didik atau dilatihnya untuk
mengembangankan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.
B.
Aspek-aspek Kurikulum Pendidikan Islam
1.
Tujuan pendidikan yang akan dicapai oleh kurikulum itu.
2.
Pengetahuan, ilmu-ilmu, data, aktivitas-aktivitas, dan pengalaman yangmenjadi
sumber terbentuknya kurikulum.
3.
Metode dan cara mengajar dan bimbingan yang diikuti oleh pesrta didik untuk
mendorong mereka kearah yang dikehendaki oleh tujuan yang dirancang.
4.
Metode dan cara penelitian yang digunakan dalam mengukur hasil proses pendidikan
yang dirancang dalam kurikulum
C. KARAKTERISTIK KURIKULUM
PENDIDIKAN ISLAM
Secara umum karakteristik kurikulum pendidikan
islam adalah pencerninan nilai-nilai islam yang dihasilkan dari pamikiran
kefilsafatan dan termanifestasi dalam seluruh aktivitas dan kegiatan pendidikan
dalam prakteknya .dalam konteks ini harus difahami bahwa karakteristik
kurikulum pendidikan islam senantiasa memiliki keterkaitan yangtidak dapat
dipisahkan dengan prinsip-prinsip yang telah diletakkan allah swt dan rasulnya,
muhammad saw . konsep inilah yang membedakan kurikulum pendidikan islam dengan
kurikulum pendidikan pada umumnya .
Menurut al –syaibany ,diantara ciri-ciri kurikulum pendidikan islam itu
adalah
1. mementingkan tujuan agama dan akhlak dalam
berbagai hal seperti tujuan dan
kandunggan,kaedah, alat dan tekniknya.
2. Meluaskan perhatian daan kandungan hingga
mencakup perhatian,pengembangan serta bimbingan terhadap segala aspek pribadi
pelajar ari segi intelektual, psikologi,social, dan spiritual. Begitu juga
cakupan kanungannya termasuk bidang ilmu, tugas dan kegiatan yang
bermacam-macam.
3. Adanya prinsip keseimbangan antara
kandungan kurikulum tentang ilmu dan seni, pengalaman dan kegiatan pengajaran
yang bermacam-macam.
4.
Menekankan konsep menyeluruh dan keseimbangan pada kandungannya yang tidak
hanya terbatas pada ilmu-ilmu teoritis, baik yang bersifat aqli maupun naqli,
tetapi juga meliputi seni halus,aktivitas pendidikan jasmani, latihan
militer,tenik,pertukangan, bahasa asing an lain-lain.
5. Keterkaitan antara kurikuum pendidikan
islam dengan minat, kemampuan, keperluan, dan perbedaan individu antara siswa.
Disamping itu juga keterkaitannya dengan alam sekitar budaya dan social dimana
kurikulum itu terlaksana.
D.
Tujuan kurikulum Pendidikan Islam belajar mengajar.
Pendidikan Isalam mempnyai tujuan untuk mencapai perkembangan yang
menyeluruh dan perpadu dengan kepribadian para peserta didik. Disamping itu
kurikulum pendidikan Islam juga mempunyai tujuan untuk memberi sumbangan dalam
perkembangan masyarakat Islam, memperkuat keprisbadian islam yang berdiri
sendiri.
Bahan pengajaran yang
terdapat dalam kurikulum pendidikan islam pada masa sekarang ini nampaknya
semakin luas. Hal tersebut karena dipicu oleh kemajuan beberapa ilmu
pengetahuan dan kebudayaan , disamping itu juga karena bertambahnyha beban yang
harus ditanggung oleh pihak sekolah.
Oleh
kerena tuntutan perkembangan yang sedemikian rupa, maka para perancanaan
kurikulum pendidikan Islam memperluas cakupan yang dikandung oleh kurikulum
tersebut, antara lain yang berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai
memperhatikan pula tingkat perkembangan siswa yang bersangkutan.
RESUME KE XII( DUA
BELAS)
“HAKIKAT METODE DALAM PENDIDIKAN ISLAM”
a. Pengertian Metode Dalam Pendidikan Islam
Dalam penggunaan metode pendidikan islam yang
perlu dipahami adalah bagaimana seseorag pendidik dapat memahami hakikat metode
dalam relevansinya denagn tujuan utama pendidikan Islam yaitu terbentuknya
pribadi yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah swt.
Tujuan diadakan metode adalah menjadikan proses dan hasil belajar mengajar
ajaran Islam lebih berdaya guna dan berhasil guna dan menimbulkan kesadaran
peserta didik untuk mengamalkan
ketentuan ajaran islam melalui teknik motivasi yang menimbulkan gairah belajar
peserta didik secara mantab.
Uraian itu menunjukkan bahwa fungsi metode
pandidikan Islam adalah mengarahkan keberhasilan belajar, memberi kemudahan
kepada peserta didik untuk belajar berdasarkan minat, serta mendorong usaha
kerja sama dalam kegiatan belajar mengajar antara pendidik dengan peserta
didik. Di samping itu, dalam uaraian tersebut ditunjukkan bahwa fungsi metode
pendidikan adalah memberi inspirasi pada peserta didik melalui proses hubungan
yang serasi antara pendidik dan peserta didik.
b. Karateristik Metode Dalam Pendidikan Islam
Diantara karakteristik metode pendidikan Islam:
·
Keseluruhan proses penerapan metode pendidikan Islam,
mulai dari pembentukannya, penggunaannya sampai pada pengembangannya tetap
didasarkan pada nilai-nilai asasi Islam sebagai ajaran yang universal.
·
Proses
pembentukan, penerapan dan pengembangannya tetap tidak dapat dipisahkan dengan
konsep al-akhlak al-karimah sebagai tujuan tertinggi dari pendidikan Islam.
·
Metode pendidikan Islam bersifat luwes dan fleksibel
dalam artian senantiasa membuka diri dan dapat menerima perubahan sesuai dengan
situasi dan kondisi yang melingkupi proses kependidikan Islam tersebut, baik
dari segi peserta didik, pendidik, materi pelajaran dan lain-lain.
·
Metode pendidikan Islam berusaha sungguh-sungguh untuk
menyeimbangkan antara teori dan praktik.
·
Metode pendidikan Islam dalam penerapannya menekankan
kebebasan peserta didik untuk berkreasi dan mengambil prakarsa dalam
batas-batas kesopanan dan akhlak karimah.
·
Dari segi pendidik, metode pendidikan Islam lebih
menekankan nilai-nilai keteladanan dan kebebasan pendidik dalam menggunakan
serta mengkombinasikan berbagai metode pendidikan yang ada dalam mencapai
tujuan pengajaran.
·
Metode pendidikan Islam dalam penerapannya berupaya
menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan bagi terciptanya interaksi
edukatif yang kondusif .
·
Metode pendidikan Islam merupakan usaha untuk memudahkan
proses pengajaran dalam mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.[11]Karateristik
Metode Dalam Pendidikan Islam
c. Jenis Metode
1. Metode Ceramah
2. Metode Tanya Jawab.
3. Metode Diskusi
4. Metode Pemberian Tugas
5. Metode Demonstrasi
6. Metode Eksperimen
7. Metode Amsal/Perumpamaan
8. Metode Targhib dan Tarhib
d. Dasar Pertimbangan Dalam Menetapkan Metode
Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam memilih suatu metode pembelajaran, yaitu:
1. Karakter materi pelajaran
Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tersendiri sehingga perlu
disampaikan kepada siswa dengan menggunakan metode tertentu. Termasuk di
dalamnya tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dari materi pelajaran
tersebut. Misalnya mata pelajaran bersifat eksakta lebih tepat menggunakan
metode eksperimen atau demonstrasi.
2. Ketersediaan sarana belajar
Alat, sarana dan media yang tersedia di
sekolah sangat mempengaruhi penggunaan metode pembelajaran. Metode eksperimen
atau demonstrasi tidak mungkin digunakan jika penunjang metode tersebut tidak
tersedia.
3. Kemampuan dasar siswa
Kemampuan dasar siswa di sekolah pedesaan
berbeda dengan di perkotaan. Ini menjadi pertimbangan guru dalam memilih metode
pembelajaran. Menggunakan metode resitasi dan tugas, misalnya, bisa berjalan
baik bila kemampuan dasar siswa berdiskusi cukup memadai. Selain itu perlu
keterampilan siswa berbicara dalam sebuah diskusi.
4. Alokasi waktu pembelajaran
Alokasi waktu yang tersedia dan tercantum
dalam kurikulum perlu dipertimbangkan oleh guru. Jika waktu tersedia terbatas
maka guru akan memilih metode sederhana seperti ceramah, tanya jawab dan
diskusi. Ini tidak mungkin menggunakan metode eksperimen atau resitasi karena
metode ini membutuhkan waktu yang cukup.
RESUME KE XIII( TIGA BELAS)
“HAKIKAT GANJARAN DAN HUKUMAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM”
A. Pengertian Ganjaran Dan Hukuman dalam
Pendidikan Islam.
Hukuman sebagai
salah satu teknik pengelolaan kelas
sebenarnya masih terus menjadi bahan
perdebatan. Akan tetapi apapun alasannya hukuman sebenarnya tetap diperlukan
dalam keadaan sangat terpaksa, katakanlah semacam pintu darurat yang suatu saat
mungkin diperlukan. Hukuman merupakan alat pendidikan represif, disebut juga alat pendidikan korektif, yaitu bertujuan untuk menyadarkan anak
kembali pada hal- hal yang benar atau yang tertib.Dalam bahasa Arab “hukuman”
diistilahkan dengan “iqab, jaza’ dan ‘uqubah”. Kata “Iqab” bisa juga berarti
balasan. Al-Qur’an memakai kata” iqab “ sebanyak 20 kali.
GanjaranDalam
Kamus besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “ ganjaran” adalah
1.Hadiah(sebagai pembalas jasa) , Hukuman, balasan. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa “
ganjaran “ dalam bahasa Indonesia bisa dipakai untuk balasan yang baik maupun
yang buruk.
Sementara itu
dalam bahasa Arab “ganjaran” diistilahkan dengan” tsawab”. Kata “tsawab” bisa
juga berarti ; pahala, upah dan balasan. Kata “tsawab” banyak ditemukan dalam
Al-Qur’an , khususnya ketika kitab suci ini
berbicara tentang apa yang akan diterima oleh seseorang baik di dunia
mnaupun diakhirat dari amal perbuatannya.
B. Bentuk –Bentuk Ganjaran Dan Hukuman dalam
Presfektif Islam
Dengan hal itu , Suwarno mengungkapkan berdasarkan W.Stern terdapat tiga tingkatan hukuman sesuai dengan
perkembangan anak , yaitu :
·
Hukuman Asosiatif , dimana penderitaan yang ditimbulkan
akibat hukuman tadi ada asosiasinya dengan kesalahan anak. Hukuman asosiasif
dipergunakan bagi anak kecil.
·
Hukuman Logis , dimana anak dihukum sehingga mengalami
penderitaan yang ada hubungan logis dengan kesalahan. Hukuman logis ini
dipergunakan pada anak-anak yang sudah agak besar yang sudah mampu memahami
hubungan antara kesalahan yang diperbuatnya dengan hukuman yang diterimanya.
·
Hukuman moril, tingkatan ini tercapai pada anak-anak yang
lebig besar, dimana anak tidak hanya sekedar menyadari hubungan logis antara
kesalahan dengan hukumannya, tetapi tergugah perasaan kesusilaannya atau
terbangun kata hatinya, ia merasa harus menerima hukuman sebagai sesuatu yang
harus dialaminya.
Bentuk-bentuk ganjaran Ganjaran yang
kita berikan pada siswa terdapat beberapa macam ganjaran.Ag.Soejono pada garis
besarnya dapat dibedakan ganjaran itu
kepada empat macam :
1. Pujian adalah satu bentuk ganjaran yang paling
mudah dilaksanakan.Pujian dapatberupa kata-kata seperti : baik , bagus sekali
dan sebagainya , tetapi dapat berupa
kata-kata sugesti.
2. PenghormatanGanjaran berupa kehormatan dapat
berbentuk dua macam , yaitu
·
Berbentuk semacam penobatan, yaitu anak yang mendapat
penghormatan diumumkan dan ditampilkan dihadapan teman-temannya sekelas,
teman-teman sesekolah , atau mungkin juga dihadapan para teman dan wali murid.
·
Penghormatan berbentuk pemberian kekuasaan untuk
melakukan sesuatu.
3. HadiahYang dimaksud hadiah disini adalah
ganjaran yang berbentuk pemberian berupa barang. Ganjaran berbentuk ini disebut
juga ganjaran materiil.
4. Tanda penghargaanJika hadiah merupakan
ganjaran berupa barang, maka tanda penghargaan adalah seperti halnya hadiah,
melainkan tanda penghargaan dinilai dari segi ”kesan” atau dinilai
“kenangannya”. Oleh karena itu ganjaran berupa tanda penghargaan disebut juga
ganjaran symbolis. Ganjaran simbolis dapat berupa surat-surat tanda
penghargaan, surat tanda jasa,
RESUME KE XIV( EMPAT BELAS)
“HAKIKAT
EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM”
A.
PENGERTIAN
EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM
Rangkaian
akhir dari suatu proses kependidikan islam adalah evaluasi atau penilaian.
Evaluasi diartikan juga dengan penilaian, artinya suatu kegiatan yang
direncanakan untuk mengukur tingkat kemajuan atau kemunduran suatu aktifitas
tertentu. Dengan demikian, di dalam evaluasi terdapat praktik mengukuran menilai
semua bentuk aktifitas yang telah dilaksanakan. Nilai yang dimaksud disimpulkan
sebagai kemajuan dan kemunduran.
Berhasil
atau tidaknya pendidikan islam dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah
dilakukan evaluasi terhadap out put yang dihasilkannya. Jika hasilnya sesuai
dengan apa yang telah digariskan dalam tujuan pendidikan islam, maka usaha
pendidikan itu dapat dinilai berhasil, tetapi jika sebaliknya, maka ia dinilai
gagal. Dari sisi ini dapat di fahami betapa urgennya evaluasi dalam proses pendidikan
islam.
Berdasarkan
uraian diatas, maka secara sederhana evaluasi pendidikan islam dapat diberi
batasan sebagai suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan
dalam proses pendidikan islam. Dalam ruang lingkup terbatas, evaluasi dilakuakan
adalah dalam rangka mengetahui tingkat keberhasilan pendidik dalam menyampaikan
materi pendidikan islam kepada peserta didik.sedangkan dalam ruang lingkup
luas, evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dan kelemahan
suatu proses pendidikan islam (dengan seluruh komponen yang terlibat di
dalamnya) dalam mencapai tujuan penddikan yang di cita-citakan.
Secara umum ada empat kegunaan evaluasi dalam
pendidikan islam:
1. Dari segi pendidik, evaluasi berguna untuk membantu
seorang pendidik mengetahui sudah sejauh mana hasil yang dicapai dalam
pelaksanaan tugasnya.
2. Dari segi peserta didik, evaluasi berguna membantu
peserta didik untuk dapat mengubah atau menegembangkan tingkah lakunya secara
sadar kearah yang lebih baik.
3. Dari segi ahli fikir pendidikan islam, evaluasi
berguna untuk membantu para pemikir pendidikan islam mengetahui kelemahan
teori-teori pendidikan ialam dan membantu mereka dalam merumuskan kembali
teori-teori pendidikan islam yang relevan dengan arus dinamika zaman yang
senantiasa berubah.
4. Dari segi politik pengambil kebijakan pendidikan
islam (pemerintah), evaluasi berguna untuk membantu mereka dalam membenah
sistem pengawasan dan mempertimbangkan kebijakan yang akan ditetapkan dalam
sistem pendidikan nasional (Islam).
Kesemua manfaat atau kegunaan tersebut dimaksudkan
untuk mengetahui kebaikan dan kelemahan pendidikan islam dalam berbagau
aspeknya dalam rangka peningkatan kualitasnyake masa depan. Hal ini berarti
bahwa proses evaluasi dalam pendidikan islam memiliki umpan balik (feed back)
yang positif sifatnya kearah perbaikan pendidikan islam secaa kualitatif dari
masa kini dan masa yang akan datang.
B. TUJUAN DAN FUNGSI EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM.
Pendidikan islam secara rasional-filosofis adalah
bertujuan untuk membentuk al-insan al-kamil atau manusia paripurna. Beranjak dari konsep ini, pendidikan islam
hendaknya diarahkan pada dua dimensi, yaitu pertama, dimensi dialektikal
horisontal. Kedua, dimensi ketundukan vertikal.
Pada dimensi dialektikal horisontal, pendidikan
hendaknya dapat mengembangkan pemahaman tentang kehidupan konkrit yang terkait
dengan diri, sesama manusia dan alam semesta. Untuk itu, akumulasi berbagai
pengetahuan, keterampilan dan sikap mental merupakan bekal utama dalam
hubungannya dengan pemahaman tentang kehidupan konkrit tersebut. Sedangkan pada
dimensi kedua, pendidikan sains dan teknologi, selain menjadi alat menjadi alat
untuk memenfaatkan, memelihara dan melestarikan sumber daya alami, juga
hendaknya menjadi jembatan dalam mencapai hubungan yang abadi dengan sang
Pencipta, Allah SWT. Untuk itu pelaksanaan ibadah dalam arti seluas-luasnya,
adalah merupakan sarana yang dapat menghantarkan manusia kearah ketundukan
vertikal kepada Allah SWT.
Secara umum tujuan dan fungsi evaluasi pendidikan
islam diarahkan pada dua dimensi diatas. Secara khusus, tujuan evaluasi dalam
pendidikan islam adalah untuk mengetahui kadar pemilikan dan pemahaman peserta
didik terhadap materi pelajaran, baik dalam aspek kognitif , psikomotorik
maupun afektif.
Dalam pendidikan Islam, tujuan evaluasi lebih
ditekankan pada penguasaan sikap (afektif dan psikomotor) disbanding aspek
kognitif. Penekanan ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan peserta didik yng
secara garis besarnya meliputi empet hal, yaitu:
1. Sikap dan
pengalaman terhadap hubungan pribadinya dengan Tuhan.
2. Sikap dan
pengalaman terhadap arti hubungan dirinya dengan masyarakat.
3. Sikap dan
pengalaman terhadap arti hubungan kehidupannya dengan alam sekitarnya.
4.
Sikap dan pandangan terhadap diri sendiri selaku hamba Allah,anggota
masyarakat,khalifah Allah SWT.
Keempat kemampuan dasar tersebut dijabarkan dalam
beberapa klasifikasi kemampuan teknis yaitu :
1. Sejauhmana
loyalitas dan pengabdiannya kepada Allah dengan indikasi-indikasi lahiriyah
berupa tingkahlaku yang mencerminkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah.
2. Sejauhmana peserta
didik dapat menerapkan nilai-nilai agamanya dan kegiatan hidup bermasyarakat
seperti ahklak mulia dan disiplin.
3. Bagaiman peserta
didik mengolah dan memelihara serta menyesuaikan diri dengan alam sekitarnya.
4.
Bagaimana dan sejauh mana ia memandang diri sendiri sebagai hamba Allah dalam
menghadapi kenyataan masyarakat yang beraneka ragam budaya, suku dan agama.
C.
SISTEM EVALUASI DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
Sistem
evaluasi dalam pendidikan Islam adalah mengacu pada system evaluasi yang
digariskan Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagaimana telah dikembangkan oleh
Rasullanya Muhammad SAW. maka secara umum system evaluasi pendidikan Islam
adalah sebagai berikut:
1. Untuk menguji daya
kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan.(QS. Al
Baqarah 2:155)
2. Untuk mengetahui
sejauh mana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan
Rasullullah Saw kepada umatnya (QS. An-Naml 27:40)
3. Untuk menentukan
klasifikasi tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang.(QS. Ash Shaaffat
37: 103-107)
4. Untuk mengukur
daya kognisi hafalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya.(QS
Al Baqarah 2:31)
5. Memberi semacam
tabsyir bagi yang beraktifitas baik, dan memberi semacam iqab bagi mereka yang
beraktifitas buruk (QS. Az-Zalzalah 99: 7-8)
6. Allah dalam
mengevaluasi hambanya tanpa memandang formalitas tapi memandang subtansi
dibalik tindakan hambanya.(QS. QAl-Hajj 22;37)
7.
Allah memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena
kebencian menjadi ketidak objektifan evaluasi yang dilakukan (QS. Al-Maidah
5:8).
D. PRINSIP-PRINSIP EVALUASI DALAM PENDIDIKAN
ISLAM.
Evaluasi merupakan penilaian tentang suatu aspek
yang dihubungkan dengan situasi aspek lainnya, sehingga diperoleh gambaran yang
menyeluruh jika ditinjau dari beberapa segi. Oleh karena itu dalam melaksanakan
evaluasi harus memperhatikan berbagai prinsip antara lain.
1. Prinsip
Kesinambungan (kontinuitas), Dalam ajaran Islam, sangat memperhatikan prinsip
kontinuitas, karena dengan berpegang pada prinsip ini, keputusan yang diambil
oleh seseorang menjadi valid dan stabil (Q.S. 46: 13-14).
2. Prinsip Menyeluruh
(komprehensif), Prinsip yang melihat semua aspek, meliputi kepribadian,
ketajaman hafalan, pemahaman ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung
jawab (Q.S. 99: 7-8).
3. Prinsip
Objektivitas, Dalam mengevaluasi berdasarkan kenyataan yang sebenarnya, tidak
boleh dipengaharui oleh hal-hal yang bersifat
emosional dan irasional.
Allah SWT memerintahkan agar seseorang berlaku adil
dalam mengevaluasi. Jangan karena kebencian menjadikan ketidak objektifan
evaluasi yang dilakukan (Q.S. : 8), Nabi SAW pernah bersabda : “Andai kata
Fatimah binti Muhammad itu mencuri, niscaya aku tidak segan-segan untuk
memotong kedua tangannya”.
Demikian pula halnya dengan Umar bin Khottob yang
mencambuk anaknya karena ia berbuat zina. Prinsip ini dapat ditetapkan bila
penyelenggarakan pendidikan mempunyai sifat sidiq, jujur, ikhlas, ta’awun,
ramah, dan lainnya.
Disamping itu, dalam melaksanakan
evaluasi dalam pendidikan Islam ada beberapa hal prinsip yang harus di
perhatikan oleh para evaluator didalam melaksanakan proses pendidikan antara
lain prinsi-prinsip evaluasi pendidikan adalah :
a. Evaluasi
harus mengacu kepada tujuan.
Agar evalusi sesuai dan dapat memcapai sasaran maka
evaluasi harus mengacu kepada tujuan pendidikan. Tujuan sebagai acuan harus
dirumuskan terlebih dahulu sehingga dengan demikian jelas menggambarkan
sesuatua yang ingin dicapai.
b. Evaluasi dilaksanakan dengan obyektif.
Evaluasi harus dilaksanakan dengan obyektif artinya
adalah evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan fakta dan
data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsure-unsur subyektifitas dari evaluator.
c. Evaluasi harus dilaksanakan dengan komprehensip.
Evaluasi ini dalam artian harus dilakukan secara
menyeluruh, meliputi berbagai aspek kehidupan peserta didik, baik yang
menyangkut iman ,ilmu maupun amalnya.
d. Evaluasi
harus dilaksanakan secara kontinyu (terus menerus).
Prinsip
yang terakhir ini harus mengadakan evaluasi secara terus menerus akan tetapi
tidak boleh meningkalkan prinsip evaluasi yang lain sehingga bisa dipandang
sebagai proses perjalanan tujuan tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar